Kontroversi Gojek

Menjamurnya penggunaan jasa Gojek membuat adanya kecemburuan di antara tukang ojek pangkalan. Pada tanggal 9 Juni 2015 seseorang dalam akun Path menuliskan insiden bahawa pengemudi Gojek yang dipesannya diusir oleh tukang ojek pangkalan di Kuningan, Jakarta Selatan yang tidak terima rezekinya dirampas.[66] Dua kali dia memanggil sopir Gojek, dua kali pula pengemudi Gojek lari karena takut dipukuli tukang ojek pangkalan. Akhirnya dia naik ojek pangkalan dengan tarif jauh lebih mahal dibanding tarif sopir Gojek. Sekadar diketahui, tarif ojek Gojek lebih pasti karena ditentukan lewat aplikasi sehingga tidak perlu tawar-menawar.[66]

Kontroversi Gojek dengan ojek pangkalan terjadi karena adanya perbedaan logika. Ojek pangkalan memegang teguh logika "sopan-santun". Di dalam pangkalan ojek ada banyak norma-norma sosial yang harus dipatuhi, seperti harus antre ketika akan mengambil penumpang dan tidak diperbolehkan mengambil penumpang di wilayah yang bukan area-nya. Sementara itu, logika Gojek adalah logika korporasi yang semua harus serba teratur dan pasti, baik dari segi harga, pelayanan, dan asuransi. Ketika driver Gojek datang mengambil penumpang tanpa antre dan tanpa mematuhi batas-batas wilayah, ojek pangkalan menganggapnya sebagai tindakan yang tidak mematuhi norma sosial pangkalan. Hal ini yang menyebabkan keduanya seringkali berkonflik.

Legalitas Ojek Daring

Munculnya ojek dalam talian sebagai salah satu pengangkutan umum juga menuai pro dan kontra dari aspek hukum. Secara tradisional, ojek memang sudah menjadi salah satu pilihan pengangkutan umum masyarakat di Indonesia meski keberadaannya tidak diakui secara hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), kendaraan roda dua tidak termasuk sebagai sarana pengangkutan umum.[67] Karena alasan itulah Kementerian Perhubungan yang pada saat itu dijabat Ignasius Jonan sempat melarang beroperasinya ojek dalam talian pada 9 November 2015, meski larangan itu hanya berlaku selama kurang lebih 12 jam.[68]

Larangan yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 itu langsung mendapatkan protes keras dari pengguna ojek dalam talian. Lebih dari 12 ribu orang menandatangi petisi dalam talian untuk memprotes kebijakan Kemenhub tersebut.[69] Presiden Joko Widodo yang mendengar kabar tersebut, memanggil Ignasius Jonan ke Istana. Setelah pemanggilan tersebut, keputusan melarang ojek dalam talian pun dibatalkan.