Sejarah Hakka

Asal usul Hakka masih dipertelingkahkan para sejarawan[1] hasil perpindahan berulang kali, sedangkan catatan tertulis tidak ditemukan. Luo Xiang- Lin mendasarkan teorinya dari penyelidikannya daripada catatan keluarga dan suku Hakka di mana ada yang tertulis mulai dari dinasti Song. Mereka memiliki kaitan dengan kelompok bawahab Tionghoa lainnya yang berpindah ke China selatan.[3] Perpindahan suku Han termasuk Hakka dari China utara secara besar-besaran terjadi berkali-kali atas berbagai alasan seperti peperangan atau bencana alam. Para sejarawan menyimpulkan perpindahan mereka secara bertahap.[4]

Teori gelombang penghijrahan

Beberapa sejarawan telah memperkirakan penghijrahan paling awal terjadi semasa zaman Dinasti Qin, secara tepatnya semasa pemerintahan Maharaja Qin Shi Huang di mana telah berlakunya perpindahan penduduk secara besar-besaran dari Zhongyuan, daratan tengah yang dikatakan sebagai tanah asal orang Tionghoa yang kini meliputi Henan, Shaanxi, Shanxi, Hebei dan Shandong.[3] Luo Xiang Lin memperkirakan abad ke-4 M sebagai awal mula. Pengkaji asing seperti Huntington dan Campbell merumuskan "teori perpindahan 3 gelombang" yang dikirakan bermula pada abad ke-4 M,[4] sementara D. Ball dan E J Eitel di akhir abad ke-19 merumuskan "teori 5 gelombang" yang akhirnya disempurnakan oleh Luo Xiang-lin menjadi teori klasik migrasi Hakka.[4] Adapun Mary Erbaugh merumuskan "teori 4 gelombang" yang bermula sejak dinasti Tang.

  • Gelombang Pertama (317-879), saat China diserbu oleh suku Xiongnu dan ibukota Dinasti Jin (265-420) dipindahkan dari Luoyang ke Chang'an (311). Perpindahan ini diikuti penghijrahan berama-ramai rakyat menyeberangi Sungai Panjang menuju Hunan, Hubei selatan, Anhui, Zhejiang dan Lembah Sungai Gan di Jiangxi, dan kemungkinan berbaur dengan suku She di selatan (Heggheim) [3]

Mary Erbaugh (seperti yang dipetik A. Heggheim dalam Three Cases tidak menyetujui adanya gelombang pertama ini kerana tiadanya catatan bertulis yang didapati sama sekali.

  • Gelombang Kedua (880-1120) terjadi pada akhir zaman Dinasti Tang, ketika terjadi Pemberontakan Huang Chao.[4] Penduduk Tang di Anhui, Henan dan Jiangxi berpindah ke selatan sampai Fujian dan sebelah utara Guangdong. Mungkin itu sebabnya orang Fujian menyebut orang2 Tionghoa sebagai Tang Lang (artinya : orang Tang).
  • Gelombang Ketiga (1127-1644) terjadi selama zaman Dinasti Song, kedatangan suku Jurchen memaksa suku Han untuk pindah ke selatan sampai akhirnya, Maharaja Gaozong berhasil melewati Sungai Yangtze dan mendirikan Dinasti Song Selatan pada tahun 1127.[3] Perpindahan lain terjadi ketika bangsa Mongol menguasai China pada zaman ini.

Catatan tertulis klan2 Hakka dimulai sejak dinasti Song ini sehingga eksodus ini paling reliable (bisa dipercaya)

  • Gelombang Keempat terjadi pada awal zaman Dinasti Qing (1644-1911). Disebabkan populasi yang meningkat pesat, lahan pertanian berkurang serta tekanan pemerintahan Qing, orang Hakka yang tinggal di pesisir selatan Fujian dan Guangdong, pindah ke pedalaman menuju Guangxi, Hunan dan Sichuan, selain itu, banyak yang pindah ke Taiwan, Asia Tenggara, Afrika, Hawaii dan Kepulauan Caribbean.
  • Gelombang Kelima (1867): setelah orang Hakka berperang dengan penduduk Guangdong, orang Punti dan setelah dipadamkannya Pemberontakan Taiping yang dipimpin orang Hakka, Hong Xiu-chuan. Mulai zaman ini orang Hakka sudah keluar dari Guangdong ke Hainan, Asia Tenggara dan negara-negara di Amerika Selatan.

Zaman Dinasti Qing dan kemunculan jatidiri budaya Hakka yang tersendiri

Pada abad ke-17, pemerintahan Dinasti Qing memerintahkan pengosongan penduduk dari daerah pesisir Guangdong dan Fujian untuk mencegah pembajakan dan penyelundupan oleh para pendukung Zheng Chenggong, hamba Dinasti Ming yang telah menyeberang ke Taiwan. Setelah Taiwan ditaklukkan pada tahun 1863, pemerintah menarik perintah pengosongan, namun sedikit orang yang menempati kembali daerah yang telah dikosongkan. Oleh kerana itu, pihak kerajaan memberikan insentif untuk penduduk menempati daerah itu. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang berasal dari daerah yang berpendudukan mahupun yang terjejas hasil bencana alam. Kebanyakan dari mereka adalah orang Hakka.[5] Kedatangan mereka ke wilayah yang telah berpenduduk membuat mereka mendapat julukan "Hakka" oleh orang Punti atau "Khek" oleh orang Hoklo, yang keduanya bermakna "tamu" atau "pendatang". Pada zaman akhir Qing, perpindahan Hakka semakin berleluasa akibat kekalahan Pemberontakan Taiping yang didorong orang Hakka sendiri terhadap pemerintah Manchu sekaligus mencetuskan konflik dengan penduduk asli dalam Perang Hakka-Punti di Guangdong sehingga menyebabkan ribuan Hakka melarikan diri ke Hainan, Taiwan, Asia Tenggara, Hawaii dan sebagainya.[6]