Pencetusan Mitologi_Yunani

Mitologi merupakan aspek penting dalam kehidupan sehari-hari di Yunani Kuno.[52] Orang Yunani Kuno memandang mitologi sebagai sebahagian dari sejarah mereka. Mereka menggunakan mitologi untuk menjelaskan fenomena alam, keberagaman budaya, permusuhan dan persahabatan tradisonal. Adalah suatu kebanggaan jika kita dipercaya sebagai keturunan dewa atau pahlawan. Hanya sediikt orang Yunani Kuno yang meragukan kebenaran di balik kisah Perang Troya dalam Iliad dan Odisseia. Menurut Victor Davis Hanson, seorang ahli sejarah militer, kolomnis, penulis esai politik dan mantan profesor Klasika, serta John Heath, profesor Klasika di Santa Clara University, pengetahuan yang mendalam yang terdapat pada epos Homeros oleh orang Yunani Kuno dipercaya sebagai basis akulturasi mereka. Homeros merupakan "pendidikan Yunani" (Ἑλλάδος παίδευσις), dan sajak-sajaknya merupakan "buku".[53]

Falsafah asas

Plato dalam lukisan dinding Mazhab Athena karya Raphael (kemungkinan disesuaikan dengan wajah Leonardo da Vinci). Plato adalah filsuf yang membuang studi Homeros, serta kisah-kisah tragedi dan tradisi mitologi terkait, dalam utopia Republiknya.

Setelah kebangkitan falsafah, sejarah, prosa dan rasionalisme pada akhir abad ke-5 SM, nasib mitos menjadi tidak jelas, dan silsilah mitologi memberi tempat pada pembentukan sejarah yang berusaha meniadakan unsur-unsur supranatural, misalnya sejarah yang dicatat oleh Thukydides.[54] Ketika para penyair dan penulis drama mengolah lagi mitologi, para sejarawan dan filsuf Yunani malah mulai mengkritik mitos.[55]

Beberapa filsuf radikal semacam Xenofanes dari Kolophon sudah mulai berani mengatakan bahawa kisah-kisah para penyair adalah kebohongan yang menghina tuhan, pada abad ke-6 SM. Xenofanes mengeluh bahawa Homeros dan Hesiodos memberi para dewa "semua sifa manusia yang memalukan dan tercela: para dewa mencuri, berzina, dan saling menipu satu sama lain".[56]

Pemikiran seperti itu muncul secara jelas dalam karya-karya Plato, yakni Republik and Hukum. Plato menciptakan mitos alegorinya sendiri, misalnya visi Er dalam Republik. Pemikirannya menentang kisah-kisah tradisional tentang para dewa serta tipuan, pencurian, dan perzinahan mereka. Menurutnya, tindakan para dewa adalah tidak bermoral. Plato memandang mitos sebagai "obrolan isteri-isteri tua".[57] Plato juga menolak peran sentral para dewa dalam sastera.[55] Kritik Plato merupakan tantangan serius pertama untuk tradisi mitologi Homeros.[53]

Sementara itu Aristoteles mengkritik pendekatan falsafi quasi-mitis pra-Sokrates dan menekankan bahawa "Hesiodos dan para penulis teologi hanya peduli terhadap apa yang tampak masuk akal bagi diri mereka sendiri dan tidak menghargai kita ... Tetapi tidak ada gunanya berbicara serius pada penulis yang pamer dengan menggunakan gaya mitis; sedangkan bagi mereka yang mampu melanjutkan dengan membuktikan pernyataan mereka, kita harus memerika mereka secara saksama".[54]

Namun, bahkan Plato tidak dapat melepaskan dirinya dan masyarakatnya dari pengaruh mitos. Karakterisasi yang dia buat untuk Sokrates didasarkan pada pola-pola tragedi dan Homeros tradisional. Plato menggunakannya untuk menyanjung kehidupan mulia Sokrates, gurunya:[58]

Namun barangkalai seseorang mungkin berkata: "Tidakkah kamu merasa malu, Sokrates, karena telah mengejar tujuan semacam itu, sampai-sampai kau kini berada dalam ancaman kematian sebagai akibatnya?" Namun aku harus memberinya jawaban yang benar: "Anda tidak berbicara dengan baik, tuan, jika Anda berpikir bahwa seorang manusia yang memiliki bahkan sedikit saja kebaikan harus mempertimbangkan bahaya kehidupan atau kematian, dan bukannya berpikir, ketika dia melakukan sesuatu, apakah yang dia lakukan benar atau salah dan merupakan tindakan orang baik atau jahat. Karena berdasarkan argumen Anda, maka semua setengah dewa akan menjadi buruk di Troya, termasuk putra Thetis, yang begitu membenci bahaya, dibandingkan harus menanggung rasa malu, bahwa ketika ibunya (dan ibunya adalah seorang dewi) berkata padanya, ketika dia begitu ingin membunuh Hektor, sesuatu seperti ini, aku kira,Putraku, jika kau membalaskan kematian sahabatmu Patroklos dan membunuh Hektor, maka kau juga akan segera meninggal; karena segera, setelah Hektor, kematian akan mengampirimu. (Homeros, Iliad, 18.96)

Dia, ketika mendengar itu, memandang remeh pada kematian dan bahaya, dan lebih takut untuk hidup sebagai seorang pengecut yang tidak membalaskan dendam sahabatnya, dan lalu dia berkata,

Segara saja aku mungkin akan mati, setelah melakukan pembalasan pada yang jahat, maka mungkin aku tidak mungkin berada di sini, mencemooh di samping kapal yang melengkung, sebuah beban untuk bumi.

Hanson dan Heath memperkirakan bahawa penolakan Plato terhadap tradisi Homeros tidak banyak diterima oleh kalangan akar rumput Yunani Kuno.[53] Mito-mitos lama dijaga untuk tetap hidup dalam kultus-kultus lokal dan terus berpengaruh terhadap tembikar serta tetap menjadi tema utama dalam seni lukisan dan seni patung.[54]

Lebih sportif lagi, penulis drama tragedi abad ke-5 Euripides seringkali bermain-main dengan tradisi lama, mengejek tradisi-tradisi itu, dan melalui suara-suara karakternya dia menyisipkan sedikit keraguan kepada para penontonnya. Meskipun begitu, tetap saja, tema-tema dramanya diambil terus dari mitologi Yunani. Banyak dari dramanya ditulis sebagai jawaban untuk versi yang kebih kuno dari mitos yang sama atau mirip. Euripides terutama meragukan mitos tentang para dewa dan mula mengkiritik dengan keberatan-keberatan yang sebelumnya telah diungkapkan oleh Xenokrates iaitu bahawa para dewa seperti diperlihatkan dalam tradisi kuno secara kasar terlalu mengikut bentuk dan sifat seperti manusia.[56]

Rasionalisme Hellenistik

Selama zaman Hellenistik, mitologi menjadi pengetahuan yang elit dan penuh dengan prestise dan menunjukkan bahawa pemiliknya merupakan anggota dari kelas sosial tertentu. Pada waktu yang sama, rasa skeptis yang muncul pada zaman Klasik bahkan menjadi lebih disebarluaskan.[59] Mitografer Yunani Euhemeros memulai tradisi untuk mencari dasar historis yang betul-betul mengenai penceritaan makhluk dan peristiwa mitologi.[60] Meskipun karya aslinya, Kitab Keramat, sudah hilang, namun banyak dari isinya yang kita ketahui kerana telah dicatat oleh Diodoros dan Lactantius.[61]

Rasionalisme Romawi

Patung kepala Cicero di Kopenhagen. Cicero melihat dirinya sebagai pembela tatanan yang teratur, terlepas dari skeptisisme pribadinya terhadap mitos dan kecenderungannya yang lebih menyukai konsepsi para dewa yang lebih bersifat falsafi.

Merasionalisasi hermeneutika mitos bahkan menjadi lebih populer lagi pada masa Kekaisaran Romawi. Ini dapat terjadi berkat teori-teori fisikalis dari falsafah Stoik dan Epikurean. Orang-orang Stoik memberikan penjelasan bahawa para dewa dan pahlawan adalah fenomena fisika, sedangkan para Euhemeris berusaha memberikan penjelasan rasional bahawa tokoh-tokoh mitologi merupakan figur-figur dalam sejarah. Pada saat yang sama, orang-orang Stoik dan Neoplatonis mengajukan teori mengenai signifikasi moral dari tradisi mitologik, kadang didasarkan pada etimologi Yunani.[62] Melalui pesan Epikureannya, Lucretius berusaha membuang ketakutan takhayul dari pikiran warga Romawi.[63]

Livius juga skeptis terhadap tradisi mitologi dan mengklaim bahawa dia tidak berniat membuat keputusan mengenai legenda semacam itu (fabulae).[64] Tantangan untuk bangsa Romawi yang memiliki rasa yang kuat dan apologetis terhadap radisi keagamaan adalah untuk mempertahankan tradisi itu sambil mengakui bahawa itu seringkali menjadi asal mula lahirnya takhayul. Sejarawan Varro, yang menganggap bahawa agama merupakan suatu institusi manusia dengan kepentingan yang besar untuk memelihara hal-hal baik dalam msyarakat, melakukan studi yang teliti dan mempelajari asal muasal kultus keagamaan. Dalam karyanya Antiquitates Rerum Divinarum (yang sudah hilang namun pendekatan umumnya dapat kita perkirakan dari karya Augustinus, Kota Tuhan) Varro berpendapat bahawa sementara orang yang percaya takhayul takut terhadap dewa, namun orang yang beragama menganggap para dewa sebagai orang tua mereka.[63] Dalam karyanya, dia membedakan para dewa menjad tiga jenis:

  1. Dewa alam: personifikasi fenomena alam, misalnya hujan, api, musim.
  2. Dewa para penyair: diciptakan oleh para penyair yang tidak bermoral untuk membangkitkan hawa nafsu.
  3. Dewa perkotaan: diciptakan oleh para legislator yang bijaksana untuk menenangkan dan mencerahkan rakyat.

Akademisi Romawi Cotta mengejek penerimaan mitos, baik yang literal maupun alegori. Dia menyatakan secara tegas bahawa mitos tak punya tempat dalam falsafah.[65] Cicero juga umumnya meremehkan mitos, namun, seperti Varro, dia berempati kerana dia mendukung agama negara dan lembaganya. Adalah sulit untuk mengetahui sampai seberapa jauh kelas sosial yang dipengaruhi oleh rasionalisme ini.[64] Cicero menegaskan bahawa tidak seorangpun (bahkan orang lanjut usia dan anak-anak sekalipun) yang begitu bodohnya untuk mempercayai teror Hades atau keberadaan Skilla, kentaur, atau berbagai makhluk campuran lainnya,[66] namun, di sisi lain, Cicero, yang juga merupakan seorang orator, mengeluh mengenai karakter orang-orang yang mudah percaya pada takhayul.[67] De Natura Deorum adalah ikhtisar paling komprehensif mengenai jalan pikiran Cicero.[68]

Penggabungan

Lihat juga: Mitologi Romawi
Fail:Belvedere Apollo Pio-Clementino Inv1015.jpgApollo Belvedere, patung marmar buatan Romawi (antara 130–140 M), tiruan dari patung perunggu Yunani (antara 330–320 SM). Dalam agama Romawi kuno, pemujaan dewa Apollo, yang berasal dari Yunani, digabungkan dengan kultus pemujaan Sol Invictus. Bangsa Romawi menyembah Sol Invictus sebagai pelindung spesial kaisar, dan Sol Invitus menjadi dewa utama di Kekasairan Romawi sampai akhirnya digantikan oleh agama Kristen.

Pada masa Romawi kuno, lahir mitologi Romawi yang baru melalui sinkretisasi (penggabungan atau pencampuran) berbagai dewa Yunani dan dewa-dewa asing lainnya. Hal ini terjadi kerana bangsa Romawi hanya memiliki sedikit mitologi. Selain itu pewarisan tradisi mitologi Yunani kepada bangsa Romawi menjadikan dewa-dewa Romawi mengadopsi ciri-ciri dewa Yunani yang menjadi padanan mereka.[64] Dewa Zeus dan Yupiter merupakan salah satu contoh tumpang tindih mitologi Yunani dan Romawi. Selain adanya penggabungan dua tradisi mitologi, bangsa Romawi juga mengaitkan diri dengan agama-agama dari daerah Timur. Hal ini yang semakin memperkuat proses sinkretisasi.[69] Sebagai contohnya, kultus pemujaan matahari diperkenalkan di Romawi setelah kaisar Aurelianus sukses melaksanakan kampanye militer di Suriah. Dewa dari Asia, yakni Mithras (yang dapat disebut sebagai personifikasi matahari) dan Ba'al dipadukan dengan dewa Apollo dan Helios menjadi satu dewa tunggal yang disebut Sol Invictus, yang memiliki banyak atribut campuran dan dipuja dengan ritus gabungan.[70] Apollo kemungkinan semakin sering diidentikkan dalam agama dengan Helios atau bahkan Dionisos, namun naskhah-naskhah mengenainya jarang memperlihatkan perkembangan semacam ini. Ini barangkali menunjukkan bahawa mitologi dalam sastera semakin lama semakin tidak berkaitan dengan kegiatan keagamaan yang sesungguhnya.

Kumpulan sajak Saturnalia karya Macrobius dan Himne Orfik yang tersisa pada masa sekarang juga ikut dipengaruhi oleh teori-teori rasionalisme dan tren sinkretisasi. Himne Orfik merupakan seperengkat komposisi puitis pra-Klasik yang diatribusikan atas nama Orfeus. Orfeus sendiri merupakan tokoh dari suatu mitos yang terkenal. Pada kenyataannya, meskipun dihubungan dengan Orfeus, namun sajak-sajak ini kemungkinan disusun oleh beberapa penyair berbeda, dan mengandung banyak petunjuk tentang mitologi Eropah prasejarah.[71] Sementara itu tujuan dari dibuatnya Saturnalia adalah untuk menyampaikan kebudayaan Hellenik yang telah diperoleh oleh Macrobius dari hasil studinya, meskipun banyak penggambaran para dewa telah dipengaruhi oleh teologi dan mitologi Mesir dan Afrika Utara (yang juga mempengaruhi penafsiran Virgilus). Dalam Saturnalia, kembali bermunculan komentar-komentar mitologi yang dipengaruhi oleh orang-orang Euhemeris, Stoik, dan Neoplatonis.[62]

Rujukan

WikiPedia: Mitologi_Yunani http://www.ancientlibrary.com/smith-bio/ http://books.google.com/books?id=EpbZLRPGgBsC&prin... http://books.google.com/books?id=OFO_NQJh8L0C&pg=P... http://books.google.com/books?id=OFO_NQJh8L0C&prin... http://books.google.com/books?id=TQyRX6WmMUMC&prin... http://www.sacred-texts.com/cla/argo/argo00.htm http://www.sacred-texts.com/cla/gpr/gpr07.htm http://www.sacred-texts.com/cla/gpr/gpr07.htm#fr_5... http://www.sacred-texts.com/cla/hesiod/works.htm http://www.sacred-texts.com/cla/hh/hh1000.htm