Sisingamangaraja_XII

Tiada sebab dinyatakan untuk tag wikikan pada rencana ini. Anda boleh memasukkan sebab dengan menggunakan parameter |reason=, seperti berikut: {{Wikikan|reason=Sebab anda di sini}}Raja Sisingamangaraja XII dilahirkan di Negeri Bakkara, Tapanuli, Indonesia pada tahun 1845.Sisingamangarja XII, seorang penganut agama Parmalim (agama orang Batak sebelum mereka memeluk agama Kristen, semacam agama animisme). Bersama kedua putra tertuanya yaitu Patuan Nagari dan Patuan Anggi, Sisingamangaraja XII memimpin rakyat Tapanuli melawan penjajahan Belanda.Perjuangannya yang gigih dan pantang menyerah membuat Belanda kewalahan, di tambah lagi dengan karisma dan pengaruh Sisingamangaraja XII yang besar. Rakyat Batak percaya bahwa Sisingamangaraja XII adalah seorang yang sakti. Bahkan kokon kabarnya ketika Belanda mengepungnya, ia bisa tiba-tiba menghilang dari tengah-tengah kepungan itu. Dan anehnya, rakyat Batak bisa melihatnya, tapi pasukan Belanda tidak. Belanda pun kemudian mencari akal bagaimana dapat mematahkan perlawanan Sisingamangaraja XII.Akhirnya Belanda mendapat informasi dari seorang pengkhianat, bahwa rahsia kesaktian Sisingamangaraja XII adalah darah. Ia akan kehilangan kesaktiannya apalagi terkena darah. Maka Belanda kemudian menembak putri kesayangan Sisingamangaraja XII yang sangat cantik yang bernama Lopian. Melihat putri kesayangannya tertembak dan mengalirkan darah, Sisingamangaraja XII pun memeluknya dan tidak menyadari darah yang mengenai dirinya. Pada saat itulah pasukan Belanda menembak mati Sisingamangaraja XII. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Juni 1907 di Pearaja, Dairi.Untuk membuktikan bahwa pemimpin mereka sudah mati dan sekaligus menghentikan perjuangan rakyat Batak, Belanda mengarak keliling mayat Sisingamangaraja XII. Makam Sisingamangaraja XII beserta kedua puteranya yang juga tewas melawan Belanda yaitu Patuan Nagari dan Patuan Anggi berada di Soposurung, Balige setelah dipindahkan dari Bakkara.Beliau bergelar Ompu Pulo Batu) yang mana merupakan seorang penguasa di daerah Tapanuli, Sumatra Utara pada akhir abad ke-19.