Pendahuluan Cina_Maluku

Sejarah masuknya etnis Tionghoa ke Indonesia pada umumnya tidak dapat dipastikan begitupun dengan kedatangan mereka di Kepulauan Maluku kalaupun ada sumber yang membuktikan kedatangan etnis Tionghoa kebanyakan dari cerita masyarakat setempat dan juga dari beberapa bukti peninggalan dari keturunan Tionghoa yang masih berada sampai sekarang malah sudah kawin mawin dengan penduduk asli Maluku (Maspaitella, 2010).

Etnis Tionghoa sejak lama telah menjadi bagian dari peradaban di Maluku secara umum dan secara khusus. Mereka turut andil dalam merubah perilaku masyarakat pribumi Maluku, terutama dalam hal perdagangan hasil bumi dan laut sejak dulu. Ketika bangsa Eropa fokus pada perdagangan rempah-rempah, beberapa data juga menyebut bahwa pedagang Tionghoa kemudian membeli tanah dari penguasa-penguasa setempat untuk melakukan berbagai usaha mereka di bidang ekonomi. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika keberadaan orang-orang Cina di berbagai tempat termasuk di kepulauan Maluku membuat masyarakat lokal menyebut mereka dengan sebutan seperti “China Saparua”, “China Dobo”, “China Namlea”, “China Banda”, “China Kei”, “China Saumlaki” dan lain sebagainya. Sesuai dengan tempat tinggal dan aktifitas perdagangan mereka.

Mereka juga memperkenalkan sistem jual-beli dengan menyertakan uang atau barang berharga, dan manajemen pasca panen dalam bentuk ‘simpan uang’. Dalam kehidupan sosial keagamaan, orang-orang Tionghoa Maluku cenderung memilih agama Kristen sebagai agama yang dianut.[3][4][5]