Sejarah Kulkul

Pada zaman Jawa-Hindu, kulkul disebut sebagai slit-drum yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat daripada bahan gangsa. Dalam kalangan masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sufamala. Beberapa manuskrip lontar Bali juga menyebutkan aplikasi kulkul seperti Awig-awig Desa Sarwaada, MarkaNdeya Purana, dan Diwa Karma. Keempat-empat naskah kuno Bali ini mengungkapkan kepentingan kayu dalam masyarakat tempatan. Kayu adalah bahan dasar kulkul yang memiliki perkaitan erat dengan manusia. Ketika penjajahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih dikenal dengan nama tongtong.[1]