Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkatkan sebagai
PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan antara kerajaan daerah dengan kerajaan pusat (
Jakarta) yang diistiharkan pada tarikh
15 Februari 1958 dengan keluarnya kata dua dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Ahmad Husein di
Padang,
Sumatera Barat,
Indonesia.Dan kemudian gerakan ini mendapat sambutan daripada wilayah
Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tengah, di mana pada tarikh
17 Februari 1958 kawasan tersebut menyatakan menyokong PRRI.
[1]Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan keinginan akan adanya
autonomi daerah yang lebih luas. Selain itu ultimatum yang diistiharkan itu bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan, tetapi lebih kepada perlaksanaan konstitusi.
[2] Pada masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca agresi
Belanda. Hal ini juga memengaruhi hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan berbagai kepincangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau
Jawa. Dan sebelumnya bibit-bibit konflik tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonomi oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat,
Riau,
Kepulauan Riau, dan
Jambi sekarang.
[3]Namun apa yang menjadi pertentangan ini, dianggap sebagai sebuah pemberontakan
[1] oleh pemerintah pusat yang menganggap kata dua itu merupakan pengistiharan pemerintahan saingan dan kemudian perlu ditentang habis-habisan dengan pengerahan pasukan bersenjata terbesar yang pernah tercatat di dalam sejarah ketenteraan Indonesia.