Nilai-Nilai Tabut

Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabut, iaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabut diantaranya adalah: satu, proses mengambik tanah mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. Kedua, terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual tabut mengandung unsur penyimpangan dalam akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam prosesi mengambik tanah, namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya tempatan. Dan ketiga, pelaksanaan upacara Tabut merupakan perayaan untuk menyambutan tahun baru Islam.

Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabut adalah sebagai manifestasi kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad s.a.w. yakni Hussein bin Ali yang terbunuh di Padang Karbala dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga Bani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gabenor 'Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Hussain bin ‘Alî beserta askarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung di dalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.

Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabut akan menjadi sekedar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya.