Kegunaan Nafiri

Sebagai alat muzik umum

Pemainan alat ini sering dilakukan mengiringi seberapa tarian tradisional tertentu seperti tari Inai, tari Jinugroho dan tari Olang. Ia turut menjadi alat musik yang utama di dalam musik robat yang merupakan musik yang dimainkan di lingkungan masyarakat Riau. Tambahan lagi, irama yang dialunkan turut dimanfaatkan dalam pergerakan silat untuk menentukan pergerakan lincah sesama lawan dalam pertunjukan seni ini. Alat ini turut digunakan sebagai penanda spiritual untuk memanggil dewa, roh, atau arwah nenek moyang.

Pada zaman kerajaan dulu, nafiri digunakan sebagai alat untuk menyatakan peperangan terhadap kerajaan lain. Selain itu juga, nafiri digunakan untuk memberitakan tentang kematian raja, diangkatnya raja. Alat ini juga digunakan untuk mengumpulkan rakyat, agar mereka segera datang ke alun-alun istana untuk mendengarkan berita atau pengumuman dari rakyat mereka. Oleh karena itu, alat ini dijadikan sebagai barang pusaka kerajaan.

Sebagai alat kebesaran

Pada zaman kerajaan-kerajaan, nafiri merupakan salah satu alat yang penting untuk digunakan pada acara penobatan raja selain sebagai alat musik di istana. Pada kerajaan melayu dulu alat pusaka Nobat seperti nafiri, gendang, sirih esar, dan cogan merupakan lambang negara atau yang biasa disebut dengan regelia kerajaan yang dijadikan sebagai kekuatan spiritual dan kehormatan kerajaan bersama dengan adat istiadat. Tanpa adanya alat-alat tersebut penobatan seorang raja tidak dapat disahkan.

Ada kepercayaan pada zaman dahulu jika kedua kekuatan spiritual tersebut rusak, maka akan hancur dan runtuhlah harkat dan harga diri bangsa tersebut. Bagi kerajaan-kerajaan Melayu di rantau itu, sebuah kerajaan boleh saja ditaklukan, direbut, dan dikuasai oleh pihak lain sambil raja atau sultannya bisa saja terusir dan melarikan diri ke negara atau daerah lain mencari perlindungan. Namun, jika alat kebesaran kerajaan yang dianggap sakti dan keramat tidak dirampas mahupun direbut malah masih dipegang oleh rajanya, maka kedaulatan negeri itu masih tegak dengan sultannya yanis bisa mendirikan kerajaan di mana saja, dan dijadikan raja di mana saja.

Atas kepentingan inilah sesiapapun yang memegang dan diberi tugas menjaga alat kebesaran itu dianggap kuat dan perkasa jauh di atas kekuasaan lain, termasuk sultannya sendiri. Biasanya orang tersebut merupakan penasihat raja.

Mengikut kawasan

Semenanjung Melayu

Alat ini lazim dilihat pada nobat diraja yang wujud di sesetengah negeri di Semenanjung Melayu (dalam kawasan Malaysia) untuk mengiringi lagu-lagu daerah dan juga upacara adat.

Di Kedah nafiri bersama dengan alat-alat musik nobat lainnya disimpan di dalam sebuah tempat yang bernama Balai Nobat. Balai Nobat sendiri merupakan bangunan yang khas dengan seni bina Islam. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya kubah di atasnya. Bangunan ini telah seringkali direnovasi terutama pada zaman pemerintahan Sultan kedah yang ke-25 yaitu Sultan Ahmad Tajuddin Mukarram Shah yang telah menduduki takhta mulai tahun 1854 hingga 1879.

Kepulauan Riau

Semasa rantau kepulauan ini masih dikuasai banyak sultan dan raja, nafiri digunakan bersama beberapa alat-alat lain bagi memainkan lagu iringan raja yang sedang bertakhta, sebagai penanda diangkatnya seseorang sebagai bangsawan, mahupun dalam pupcara besar tertentu (misalnya Majelis Perapatan Adat Melayu) Saat ini fungsi nafiri menjadi lebih berkurang karena hanya digunakan pada acara-acara kerajaan atau perayaan-perayaan yang dilakukan oleh masyarakat melayu.

Menurut kepercayaan orang Riau, para pemain alat musik ini dikatakan akan dirasuki oleh para dewa, mambang dan peri lalu jasad-jasad para pemain dikatakan akan diperlihatkan seolah-olah mereka menyampaikan pesan akan terjadinya bahaya atau kejadian penting lainnya. Oleh kerana itu, nafiri yang bakal dimainkan perlu dipusung terlebih dahulu - yakni diasapi di atas pedupaan