Sejarah Rangaku

Catatan mengenai Negara-negara Asing (増補華夷通商考, Zōho Kaitsū Shōkō) karya Nishikawa Joken, 1708. (Museum Nasional Tokyo)

Setelah Jepun dinyatakan tertutup bagi orang asing, pedagang Belanda adalah satu-satunya bangsa Eropah yang diizinkan berdagang dengan Jepun. Pedagang Belanda ditempatkan di pos perdagangan Dejima, Nagasaki yang merupakan sebuah enklave. Gerak-gerik mereka dibatasi dan diawasi. Orang Belanda tidak diizinkan untuk keluar dari Dejima, kecuali setahun sekali ketika melakukan kunjungan kehormatan ke Edo untuk bertemu shogun. Pedagang Belanda dikenang di Jepun atas jasa-jasanya menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Mereka memperlihatkan kepada orang Jepun, buku-buku yang menjelaskan revolusi industri dan kemajuan ilmu di Barat. Orang Jepun membeli dan menerjemahkan sejumlah besar buku-buku ilmu pengetahuan dari Belanda. Kalangan penguasa pada waktu itu membeli "barang-barang aneh" dari Barat seperti jam dan teropong. Kepada orang Jepun juga diperlihatkan berbagai-bagai inovasi Barat seperti peragaan fenomena listrik, dan penerbangan belon udara panas pada awal abad ke-19. Pada abad ke-17 dan ke-18, Belanda dapat disebut sebagai bangsa paling kaya secara ekonomi dan paling maju di bidang teknologi dibandingkan semua bangsa Eropah lainnya, namun bermurah hati melakukan perkongsian teknologi kepada Jepun.

Ilmu pengetahuan dari Belanda menyebabkan bangkitnya industri penerbitan di Jepun dengan ribuan judul buku diterbitkan, dicetak, dan disebarkan di kalangan rakyat yang ketika itu sekitar 70% hingga 80% sudah celik huruf. Pada masa itu, Jepun sudah memiliki penduduk kota terbesar di dunia, penduduk kota Edo sudah melebihi satu juta orang, diikuti kota-kota besar lainnya seperti Osaka dan Kyoto. Penduduk kota yang celik huruf dijadikan target pemasaran buku-buku oleh penerbit. Di kota-kota besar bahkan terdapat toko-toko untuk umum yang menyediakan barang-barang baru hasil penemuan orang Barat.

Awal rangaku (1640–1720)

Lukisan orang Jepun yang menggambarkan orang Belanda sedang mempraktikkan astronomi di Dejima.

Ketika pertama kali diperkenalkan di Jepun, buku-buku dari Belanda sangat diawasi dan dibatasi. Buku-buku dari Barat dilarang keras di Jepun setelah dikeluarkannya perintah pelarangan agama Kristian di Jepun pada tahun 1640. Pada awalnya, hanya sekelompok kecil orang Jepun keturunan Belanda dipekerjakan di Nagasaki. Mereka bekerja sebagai penerjemah komunikasi sehari-hari dengan orang Belanda, dan menyampaikan barang-barang penemuan baru dari dunia Barat.

Setiap tahunnya, orang Belanda diminta untuk mengunjungi shogun di Edo. Mereka diminta menyampaikan laporan tentang peristiwa penting yang terjadi di dunia, dan diharapkan untuk memberi hadiah kepada shogun berupa barang-barang hasil teknologi baru. Pada akhirnya, selain membeli kain sutra dan kulit rusa dari Jepun, orang Belanda diizinkan untuk "berdagang secara kecil-kecilan" melalui pabrik-pabrik milik Belanda yang dibangun di Nagasaki. Orang Belanda sangat diuntungkan dari perdagangan barang-barang langka dari Barat yang berpusat di kawasan Nagasaki. Klinik tetap pakar bedah didirikan di pos perdagangan Dejima. Ketika tabib-tabib tempatan sudah tidak mempu mampu mengubati penyakit mereka, pegawai tinggi keshogunan mulai berdatangan minta diubati di klinik pakar bedah Dejima. Caspar Schamberger merupakan salah seorang pakar bedah di Dejima yang banyak berjasa menarik minat orang Jepun terhadap buku-buku kedoktoran, ilmu farmasi, dan kaedah perubatan dunia Barat.

Pembebasan pengetahuan dari Barat (1720–)

Penjelasan tentang sebuah mikroskop, buku tahun 1787 berjudul Berbagai Kisah Orang Belanda (紅毛雑話).

Walaupun buku sudah dilarang keras sejak tahun 1640, pelarangan buku-buku asing dilonggarkan pada tahun 1720 di masa pemerintahan Shogun Tokugawa Yoshimune. Hal tersebut menyebabkan membanjirnya buku-buku asing di Jepun, dan terjemahannya dalam bahasa Jepun. Salah satu contoh adalah buku Berbagai Kisah Orang Belanda (紅毛雑話, arti harfiah: Berbagai Kisah Orang Berambut Merah) terbitan Morishima Chūryō pada tahun 1787. Buku ini mencatat berbagai-bagai pengetahuan yang dapati dari orang Belanda. Di dalamnya dibahas tentang berbagai-bagai topik, mulai dari mikroskop, belon udara panas hingga keadaan rumah sakit di Barat dan perkembangan mutakhir mengenai kedokteran dan penyakit. Buku tersebut juga membahas teknik-teknik melukis dan kaedah percetakan intaglio, alatan penjana elektrik statik dan kapal berukuran besar serta data terbaru mengenai geografi dunia.

Dari 1804 hingga 1829, Keshogunan Tokugawa membuka sekolah secara besar-besaran di seluruh penjuru Jepun. Selain itu, sekolah yang dikelola kuil Buddha (terakoya) juga membantu penyebaran ilmu-ilmu baru.

Utusan Belanda dan ilmuwan mulai dibebaskan untuk melakukan kontak-kontak dengan rakyat Jepun. Serang doktor berbangsa Jerman iaitu Philipp Franz von Siebold menyertaidelegasi Belanda. Beliau bertukar pengetahuan dengan sejumlah orang Jepun yang menjadi muridnya. Para cendekiawan Jepun diundang ke pertunjukan ilmu-ilmu Barat yang diadakannya sambil beliau diajarkan tentang Jepun dan adat istiadat penduduk sebagai imbalan. Pada 1824, von Siebold membuka sekolah kedoktoran yang diikuti oleh 50 orang mahasiswa yang semuanya mendapat tugas belajar dari shogun. Bersama murid-muridnya, von Siebold melakukan pengkajian flora dan fauna Jepun. Sekolah von Siebold disebut Narutaki-juku (鳴滝塾), dan dijadikan tempat pertemuan 50 mahasiswa rangaku.

Pengembangan dan pempolitikan (1839–)

Jam abadi buatan Jepun (1851), hasil kemajuan rangaku dan teknologi lokal. Pegas cukup diputar sekali untuk menunjukkan waktu hingga setahun (Museum Nasional Tokyo).

Cemdekiawam rangaku akhirnya ikut serta dalam debat politik mengenai perlunya Jepun mengasingkan diri dari pengaruh asing. Menurut mereka, meniru budaya barat akan memperkuat dan bukannya merosakkan Jepun. Sementara itu, cendekiawan rangaku makin serius dalam menyebarkan inovasi teknologi Barat di Jepun. Hal tersebut menyebabkan Keshogunan Tokugawa melakukan penindasan ilmuwan rangaku pada 1839. Mereka dipenjarakan dalam peristiwa yang dikenal sebagai Bansha no goku (蛮者の獄, "penjara bagi penganut ilmu barbar"). Ilmuwan rangaku menentang kebijakan baru keshogunan yang menetapkan hukuman mati bagi orang asing (kecuali orang Belanda) yang berani mendekat ke pantai-pantai Jepun. Setelah dikeluarkannya Perintah Pengusiran Kapal-kapal Asing terjadi Peristiwa Morrison. Kapal dagang Amerika yang tidak bersenjata dibedil meriam-meriam Jepun. Perintah pengusiran kapal asing dibatalkan keshogunan pada tahun 1842.

Rangaku akhirnya dianggap usang setelah Jepun diisytiharkan sdibuka dalam zaman Bakumatsu (1853–1867), dan mahasiswa dikirim belajar ke luar negeri. Sejumlah besar orang asing diundang ke Jepun untuk bertugas sebagai pengajar dan penasihat kerajaan(oyatoi gaikokujin).