Kegunaan Jitang

Kayu

Jitang menghasilkan kayu yang berkualitas baik dan indah.[4] Namun sejauh ini tidak ada catatan statistik perdagangan kayu ini di tingkat antarabangsa, walaupun kayu jitang digolongkan sebagai kayu komersial di Papua Nugini.[2] Kayu jitang cukup awet jika terlindung dari pengaruh cuaca, dan dapat digunakan sebagai ramuan rumah, perabot, dan jambatan, asalkan diberi atap.[6] Di samping itu, kayu jitang juga digunakan untuk tiang, geladak, papan lantai, interior bangunan, alat pertanian, ukiran, pensil, pembuatan venir dan kayu lapis, serta pulpa dan kertas.[2] Dalam perdagangan kayunya dikenal sebagai Bishop wood atau Java cedar; pohon ini di negara-negara lain disebut sebagai tuai (Sabah, Fil.), toem, pradu-som (Thai), ’khom ‘fat (Laos), dan nhoi (Vietnam).[2] Di Assam, India, pohon yang dalam bahasa lokal disebut uriam ini diketahui biasa digunakan oleh harimau untuk menandai teritorinya melalui cakaran pada batangnya.

Kayu jitang jenis sedang hingga keras, dengan berat yang menengah hingga berat (isipadu 520–1.010 kg/m³ pada kadar air 15%).[2] Terasnya berwarna cokelat-merah sampai cokelat-ungu, terbedakan jelas dari gubalnya yang berwarna cokelat-kelabu atau cokelat pucat. Tekstur kayunya agak kasar dan merata; dengan arah serat yang umumnya berpadu dan kadang-kadang bergelombang. Permukaan kayu agak kusam sampai agak menggilap, agak kesat sampai agak licin. Pada bidang radial tampak samar-samar jalur gelap dan terang berselang-seling, yang ditimbulkan oleh arah serat yang berpadu.[6]

Kayu jitang sangat sukar dikeringkan, karena mudah retak, pecah, dan berubah bentuk; tidak disarankan untuk diolah menjadi papan tipis. Penyusutan kayu gadog hingga kering udara sekitar 1,8% di arah radial dan 4,1% di arah tangensial; sedangkan hingga kering tanur penyusutannya mencapai 3,9% di arah radial dan 7,5% di arah tangensial. Pengeringan tanpa tanur papan gadog setebal 2 cm dari keadaan segar hingga kadar air 30% memerlukan waktu 64 hari.[6]

Kayu jitang termasuk kelas kuat I – III (rata-rata II); dan kelas awet II – III. Daya tahannya terhadap rayap kayu kering tergolong kelas IV, sedangkan terhadap jamur pelapuk kayu kelas II – IV. Kayu terasnya sukar diawetkan, tetapi gubalnya mudah.[6]

Kayu jitang baik untuk dijadikan arang.[2]

Bahagian lain

Kulit kayu jitang menghasilkan tanin dan zat pewarna. Dulu, di Jawa Tengah, cairan yang diperoleh dari parutan pepagan gadog digunakan untuk mengubar jala dan tali agar awet. Seduhan pepagan gadog menghasilkan pewarna merah yang tahan cahaya, digunakan untuk mewarnai keranjang-keranjang rotan di Sumatra Selatan. Dicampur dengan jelaga, seduhan pepagan itu dipakai untuk menghitamkan anyaman bambu di Balapulang.[4]

Daunnya digunakan untuk menghalau hama padi dan jagung. Daun ini juga dapat dipakai untuk memberi warna merah pada anyaman.[4]

Di India, jitang dianggap sebagai pohon peneduh yang baik di perkebunan kopi dan kardamunggu. Pohon ini juga di0erkenalkan ke Afrika dan Amerika sebagai pohon hias.[2]

Masyarakat Simalungun, salah satu suku yang mendiami tepian Danau Toba, memerah air kulit pohon ini menjadi salah satu bahan utama pembuatan masakan khas Dayok Binatur.[9] Masakan ini adalah masakan yang wajib ada dalam setiap acara adat. Bersama sedikit perasan air jeruk purut, air perasan kulit pohon ini dipakai untuk mematangkan sekaligus mewarnai darah ayam yang disembelih. Hasilnya berupa cairan kental seperti vla dengan rasa sepat yang khas, dipakai untuk membaluri seluruh permukaan daging ayam yang telah dipanggang. Hasilnya adalah masakan berwarna merah marun. Setelah masuknya agama Islam di wilayah suku Simalungun, pemeluk agama Islam mengganti bahan vla tersebut dengan perasan santan dan air perasan kulit pohon murak atau dikenal juga sebagai daun salam.

Selain untuk membaluri dayok binatur, hasil olahan air perasan kulit sikkam dan darah hewan yang disembelih ini juga menghasilkan masakan khas Simalungun lainnya, disebut na hinasumba.[10] Dalam na hinasumba, hasil olahan tersebut dipakai untuk melumuri daging yang direbus setengah matang dengan cara meremas-remasnya mewarnakan lauk merah unguan dengan rasa yang khas.

Rujukan

WikiPedia: Jitang http://curis.ku.dk/ws/files/40737083/bishofia_java... http://hort.ufl.edu/database/documents/pdf/tree_fa... http://plants.ifas.ufl.edu/node/69 http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=BIJA http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/dayok-b... http://www.biodiversitylibrary.org/item/9225#page/... http://www.efloras.org/florataxon.aspx?flora_id=2&... http://www.efloras.org/florataxon.aspx?flora_id=1&... http://www.fleppc.org/ID_book/bischofia%20javanica... http://www.invasive.org/weeds/asian/bischofia.pdf